Sabtu, 23 Juni 2012

Si Bodoh Tongtonge

Tongtonge adalah seorang anak remaja yang lugu. Ia tidak pernah sekolah. Sejak kecil ia hidup bersama ayahnya berpindah-pindah dari satu ladang ke ladang yang lain. Ia tak pandai bekerja di sawah, apalagi di sawah yang selalu berlumpur. Lumpur bisa merusak kaki. Itu alasannya. Oleh karena itu, ia tidak suka tinggal di kampungnya. Ia memilih tinggal di ladang yang semakin lama semakin jauh dari kampungnya. Sesekali ia pulang menjenguk ibunya yang sudah tua dan kurang pendengarannya.

Pada suatu hari, Tongtonge berhasil membuat “bubu” (alat menangkap ikan). Bubu itu disimpannya di dekat pagar ladangnya. Karena sibuknya membenahi ladangnya, ia tidak sempat ke sungai menangkap ikan dengan bubunya.

Suatu hari, Tongtonge ingin menangkap ikan di sungai. Kemudian, ia menuju tempat penyimpanan di mana bubunya. Ternyata bubu itu telah habis dimakan anai-anai. Dengan nada marah, ia berkata, “Simpan bubu dekat Pagar, bubu dimakan anai-anai, maka anai-anailah yang saya ambil”. Dengan berkata demikian, maka dikumpulkanlah semua anai-anai yang ada di situ. Anai-anai itu dibungkus dan dibawa menjenguk ibunya di kampung. Sampai di suatu tempat ia beristirahat sejenak.

Karena kelelahan ia tertidur. Pada saat terbangun, ia segera mengambil bungkusannya yang berisi anai-anai itu. Tetapi anai-anai itu telah habis dimakan ayam. la pun berkatalah, “Bubu dimakan anai-anai, anai-anai dimakan ayam, maka ayamlah yang saya ambil.” Sambil berkata demikian, ia menangkap ayam yang memakan anai-anai tersebut. Ayam itu lalu dibawanya melanjutkan perjalanan. Sesampai di suatu pemukiman penduduk, ia berhenti. Ayam itu dikepitnya kemana pun ia pergi. Melihat tingkah laku yang aneh itu, salah seorang penduduk menegurnya, “Tongtonge, titipkan ayammu kepadaku, sementara engkau makan dan beristirahat.”

“Terima kasih, tetapi hati-hati jangan sampai ayamku mati”.
“Jangan khawatir, nanti kalau ayammu mati saya ganti”.
Tak lama kemudian apa yang dikhawatirkan Tongtonge pun terjadi. Ayamnya mati terlimpa alu penumbuk padi. Lalu, berkatalah si penumbuk padi, “Maaf Tongtonge ayammu mati tertimpa alu. Nanti akan saya ganti dengan ayamku.

Tongtonge menjawab, “Oh tidak, itu tidak adil. Jika ayamku mati tertimpa alu, maka alu itulah sebagai gantinya”. Lalu ia bergumam, “Bubu dimakan anai-anai, anai-anai dimakan ayam, ayam mati terlimpa alu, maka alulah yang saya ambil”.

Setelah bergumam demikian, maka Tongtonge melanjutkan perjalanan dengan memikul alu.
Kampungnya masih jauh. Di tengah jalan, ia ditegur seorang penggembala sapi, “Hai anak muda bolehkah Saya meminjam alumu untuk saya jadikan palang pintu kandang sapi-sapi saya.
“Boleh, tetapi harus hati-hati jangan sampai patah”.
“Kalau hanya itu saja syaratnya, kau boleh ambil salah satu dari seratus sapiku ini”.
Mereka telah bersepakat. Tongtonge ikut membantu memasang alu itu sebagai palang pintu. Tidak lama kemudian, seekor sapi yang cukup besar lari dengan kencang menabrak palang pintu tersebut. Apa yang dikhawatirkan pun terjadi. Alu itu patah. Tongtonge pun berkata,
“Bubu dimakan anai-anai, anai-anai dimakan ayam, ayam tertimpa alu, alu patah karena sapi, maka sapilah yang saya ambil”.
Selesai berkata demikian, Tongtonge langsung menangkap sapi yang mematahkan alunya, kemudian dituntunnya melanjutkan perjalanan menuju kampungnya. Siang itu, hari cukup terik. Kampung yang dituju masih jauh. Maka Tongtonge pun beristirahat lagi. Sapinya ditambatkan di bawah pohon nangka yang rindang. Bau nangka masak tercium olehnya.
Lalu, ia memanjat pohon nangka dan memetik yang telah masak. Pohon itu ridak ada yang punya, karena tidak terletak di dalam pagar. Ia makan dengan lahapnya buah nangka yang ternyata sangat manis. Karena kekenyangan, ia tertidur. Sementara tertidur, angin bertiup agak kencang. Banyak buah nangka masak yang jatuh. Sebuah nangka yang cukup besar jatuh, menimpa sapi yang tertambat di bawahnya. Sapi itu mati seketika.

Tongtonge bergumam pula, “Simpan bubu dekat pagar, bubu dimakan anai-anai, anai-anai dimakan ayam, ayam mati tertimpa alu, alu patah oleh sapi, sapi mati tertimpa nangka, maka nangkalah yang saya ambil”.

Setelah itu, Tongtonge memungut nangka Yang menimpa sapinya, lalu melanjutkan perjalanan. Karena nangka itu cukup berat, ia perlu beristirahat. Sampailah ia di sebuah gubug. Di gubug itu tinggal seorang gadis yang cantik. Gadis itu mengajak Tongtonge beristirahat, dengan maksud ditawari makan nangka oleh Tongtonge. Akan tetapi, Tongtonge tidak bermaksud memakan buah nangka itu. Buah nangka itu untuk ibunya. Tongtonge menitipkan nangkanya kepada gadis itu, sementara ia mandi. Gadis itu tidak dapat menahan seleranya. Nangka itu pun dikupas dan dimakannya.
Sekembalinya dari kali, Tongtonge sangat kecewa karena nangka itu telah dimakan oleh sang gadis. Ia pun berkata dalam hati, “Diriku memang sial, bubu disimpan dekat pagar, bubu dimakan anai-anai, anai-anai dimakan ayam, ayam mati tertimpa alu, alu patah oleh sapi, sapi mati tertimpa nangka, nangka dimakan gadis, maka gadis inilah yang saya ambil.”
Tongtonge kemudian menyiapkan dua buah keranjang. Keranjang yang satu untuk sang gadis, yang satu diisi batu agar seimbang.
Tongtonge melanjutkan perjalanan menuju kampung halamannya dengan memikul seorang gadis cantik. Di tengah jalan ia berhenti mau buang air besar. Gadis di keranjang berkata, “Tongtonge, kalau mau buang air besar jauh-jauhlah dari sini. Cari sungai, kalau di dekat sini, nanti saya bisa pingsan mencium kotoranmu.” Tongtonge pun pergi mencari kali untuk buang air besar. Sementara itu, si gadis turun dari keranjang, lalu mencari batang kayu dan batu ditaruh di keranjang mengganti dirinya. Lalu, ia lari kembali ke kampungnya. Sementara itu, Tongtonge telah kembali.
Tanpa periksa, segeralah ia mengangkat keranjang itu. Dengan semangat yang menyala, ia ingin segera menyampaikan berita gembira kepada ibunya, bahwa ia telah membawa gadis cantik calon istrinya.
Tidak terasa kampungnya semakin dekat. Rumahnya mulai tampak. Ia bergegas, semakin dekat, walaupun penuh keringat. Dengan tidak sabar ia memanggil ibunya, “Ibu! Ibu! Calon menantu ibu telah datang!”
Mendengar suara Tongtonge, ia menyahut dari dalam, “Kalau batu dan batang taruh saja di bawah kolong rumah.” Sambil berkata demikian, ibunya membuka pintu. “Apa yang kau bawa ini Tongtonge?” tanya ibunya. “Ini calon menantu Ibu,” jawab Tongtonge sambil menunjuk salah satu keranjang.
“Ooo…. batu batang,” jawab ibunya.
“Menantu Ibu datang!” teriak Tongtonge agak keras, sambil mendekatkan mulutnya ke telinga ibunya.
“Kalau begitu mengapa engkau tidak membukanya!” lanjut ibunya. Ternyata…, benarlah kata ibunya, setelah keranjang itu dibuka, isinya hanya batu dan batang pohon. Lemaslah Tongtonge merenungi nasibnya.
Tongtonge adalah lambang kebodohan, akibat tidak sekolah. Oleh karena itu, sekolah sangat penting. Dengan bersekolah, kita memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan yang menyebabkan kita tidak mudah dibodohi orang.
Sumber:dongeng.org

Surat dari Calon Mertua

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarrakatuh Duhai gadis yang baru ku kenal..

  Tahukah kau, dia putraku..
Lahir dari dalam rahim suciku..

  Ku pertaruhkan hidupku untuk memilikinya..
Anak kesayanganku yang sepanjang hidupnya ku besarkan dengan segenap rasa cintaku..

  Tangan renta ini yang mengangkat tubuh mungilnya, menyuapinya, menyeka air matanya dan memeluknya dalam dekapanku..

  Duhai gadis..

  Tahukah kau betapa besar rasa cintaku padanya?
Bahkan aku tak mampu membayangkan bila ada yang merebutnya dari dekapku..

  Tahukah kau gadis?

 
  Betapa bangga ku rasakan ketika dia mulai beranjak dewasa?
Menatap tumbuh menjadi lelaki tegap dan tampan..
Seulas senyumnya mengingatkanku pada senyuman ayahnya yang sangat ku cinta..

  Betapa hati ini terus diliputi rasa bangga dan buncahan cinta padanya..
Kebanggaanku.. Putraku..

  Berbagai prestasi dia ukir dan memahatnya..
Bangga tak terperi dalam lubang rasaku..
Dan ku selalu merasa puas menyebutnya putraku..

  Tak sedikitpun dia pernah mengecewakanku..
Tak pernah..

  Gadis, tahukah kau..

  Betapa haru hatiku, ketika ku melihat perubahannya..
Mencoba mengenal Diennya lebih dalam dari yang kami ajarkan padanya..

  Dia menjadi laki-laki sejati..
Lelaki yang dirindukan JANNAH..
Aku semakin sayang padanya..

  Putraku kini yang malah mengajarkanku banyak hal..
Mendekatkanku pada-Nya..
Pada Rabb ku yang selama ini ku kenal dengan sederhana karena kebodohanku..
Tapi aku tak malu..namun sebaliknya..
Aku semakin bangga padanya..
Putraku.. Cahayaku..

  Namun..

  Rasa itu berubah menjadu takut, cemas dan khawatir..
Ketika dia menyampaikan padaku keinginannya..

  Dia ingin menyempurnakan separuh agamanya..

  Yah.. Dia ingin membangun rumah tangganya sendiri..

  Dan, dia telah memilih….., kaulah gadis beruntung itu..

  Gadis, tahukah kau?
Betapa cemburuku padamu?
Yah, aku sangat takut kehilangan putra kesayanganku..
Takut kau merebut semua perhatiannya dariku..
Takut keberadaanmu, memalingkannya dariku..
Kau akan merebutnya dan aku cemburu..

  Namun, kembali kusadari..
Putraku tak akan memilih wanita sembarang..

  Ku yakin kau punya kelebihan yang membuatnya memilihmu..
Dan ku mulai menata hatiku..

  Duhai gadis pilihan putraku..

  Ku harap kau memiliki tangan yang lebih lembut dariku..
Karena ku tak mau kau melukai putraku..

  Ku harap kau mempunyai senyum yang lebih sejuk dariku..
Karena kelak, dia akan datang padamu dalam tiap galaunya untuk mencari ketenangan..

  Ku harap kau memiliki pelukan yang lebih hangat dariku..
Karena ku ingin hatinya selalu damai dalam dekapanmu..

  Ku harap kau mempunyai tutur kata yang seindah embun..
Karena ku tak ingin dia mendengar kata-kata kasar dalam hidupnya..

  Duhai gadis pilihan putraku..

  Jadilah anakku..
Agar tak pernah ku merasa kehilangan putraku karena kehadiranmu…

  Jadilah sahabatku..
Agar kau dapat mencurahkan rasamu padaku kelak..

  Jadilah rekanku..
Agar bersama-sama kita mencintai lelaki yang sama-sama kita cintai..

  Untukmu gadis pilihan putraku.. Selamat datang di istana kami..
Penuhilah dengan cinta dan kasih..
Semoga kau bahagia menjadi bagian dari kami..
Padamu gadis pilihan putraku..
Aku pun akan mencintaimu.

 
Sumber:mencintaisederhana.blogspot.com

Selasa, 19 Juni 2012

Peta Harta Karun

Seorang pria dewasa sedang berjalan-jalan di pantai. Pria itu lalu melihat sebuah botol kaca, lalu ia pun memungutnya dan melihat ada secarik kertas di dalam botol.

Dia kemudian menarik gabus penyumbat botol dan menemukan bahwa kertas tersebut ternyata sebuah peta harta karun. Tetapi pria itu tidak percaya, sehingga ia memasukkan peta harta karun itu kembali dalam botol, menyumbat botol, dan melemparkan botol itu ke laut.

Beberapa saat kemudian, pria dewasa lain sedang berjalan di pantai dan melihat botol itu. Dia juga mengambil botol, membukanya, dan menemukan peta harta karun. Orang ini cukup penasaran dengan harta karun tersebut. Ia mencoba berjalan menuju tempat yang ditunjukkan peta tersebut, yaitu sekitar 30 meter ke tengah laut.

Tetapi ketika tinggi air laut mencapai paha, ia memutuskan untuk berhenti. Ini cuma jebakan katanya. Jadi, ia bergegas kembali ke tepi pantai dan membuang botol itu kembali ke laut.

Beberapa saat kemudian pria dewasa ketiga berjalan di tepi pantai dan melihat botol kaca itu terapung di air. Ia mengambil, membukanya, dan menemukan peta. Ia pun bertanya-tanya sebanyak apakah harta karun yang disebutkan di peta itu. “Hmm, peta ini cukup menjanjikan.” katanya. Aku akan berusaha mencari harta karun ini! Ia lalu menyewa perahu dan menuju ke tempat yang ditunjukkan peta tersebut.

Setelah sampai di tempat yang ditunjukkan peta, dia melihat bahwa tampak ada sesuatu di bawah air yang menyerupai peti harta karun. Ia lalu menceburkan dirinya ke laut dan menyelam menuju benda bersinar itu. Tetapi ternyata lokasi peti harta karun itu jauh lebih dalam dari perkiraannya. Ia hampir kehabisan nafas. Ia lalu bergegas kembali ke perahu dan menyerah. Lantas botol berisi peta itu diambilnya, ditutup, lalu dilemparkannya kembali ke laut.

Setelah itu, ada satu pria dewasa lagi berjalan-jalan di tepi pantai. Seperti pria sebelumnya, ia juga melihat botol itu, membukanya, dan menemukan peta harta karun. Ia sangat bersemangat untuk menemukan harta karun tersebut. Ia melihat ada perahu di tepi pantai dan ia lalu menggunakan perahu tersebut untuk menuju ke tempat yang ditunjukkan peta.

Setelah sampai di tempat yang dimaksud, ia lalu menceburkan diri ke laut dan menyelam menuju ke peti harta karun. Tetapi ternyata lokasi peti itu sangat dalam dan nafasnya tidak mungkin bisa menjangkaunya. Maka ia memutuskan kembali ke perahu. Ia lalu kembali ke pantai dan menyewa perlengkapan selam. Kemudian ia mendayung perahunya kembali ke tempat harta karun.

Dengan perlengkapan selam lengkap ia kembali menyelam menuju ke peti harta karun dan membawanya ke perahu. Matanya berbinar-binar ketika melihat peti harta karun itu penuh berisi emas dan berlian.

Kisah ini mengingatkan kepada kita untuk jangan cepat menyerah, apalagi sebelum mencapai garis akhir. Mungkin kita pernah gagal di masa lalu, tapi bukan berarti kita ditakdirkan untuk gagal. Dengan pantang menyerah, keberhasilan pasti kita raih.
SUMBER: iphincow.wordpress.com

Senin, 18 Juni 2012

Yang terluka

Engkau yang sedang terluka oleh pengkhianatan, dengarlah ini … Pembalasan tercantik untuk dia yang mengkhianati cintamu, adalah menjadi pribadi yang diinginkan oleh orang-orang yang lebih baik daripadanya. Jangan turunkan kelas pribadimu karena kepalsuannya. Jangan rusak daya tarikmu karena dustanya. Jangan redupkan sinar keindahan wajahmu karena keburukan hatinya. Dan jangan turuti kecenderungan umum untuk mengambil apa pun sebagai penggantinya agar engkau tak merasa dibuang. Engkau lebih berkelas daripada itu. Indahkanlah dirimu. Gembirakanlah hatimu dalam pergaulan yang lebih terhormat. Memang sulit untuk melihat kebaikan di balik luka pengkhianatan. Tapi bersabarlah. Jadilah pribadi yang lebih menarik bagi orang-orang yang lebih berkelas daripada seorang pengkhianat cinta. Engkau akan mensyukuri ini nanti, karena sesungguhnya pengkhianatannya adalah penyelamatanmu. Uuuh … indah sekali ya? Katakanlah … "Pengkhianatanmu adalah penyelamatanku." Smile please?!